Rupiah Mengalami Pelemahan Signifikan Menjelang Pemberlakuan Tarif Impor Baru

Mar 3, 2025 at 12:50 AM

Nilai tukar rupiah mengalami volatilitas yang tinggi pada awal pekan ini, dengan berbagai faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi. Salah satu penyebab utama adalah kebijakan tarif impor baru yang akan diberlakukan oleh pemerintah AS terhadap Kanada, Meksiko, dan China. Selain itu, sejumlah data ekonomi domestik seperti indeks harga konsumen dan kondisi manufaktur juga berpotensi mempengaruhi nilai rupiah. Berdasarkan data dari Refinitiv, rupiah menutup perdagangan akhir pekan lalu di angka Rp16.575 per dolar AS, melemah 0,79% dibandingkan hari sebelumnya. Ini merupakan level terendah sepanjang sejarah. Secara mingguan, rupiah telah turun 1,69%, melanjutkan tren negatif yang dimulai sejak Oktober 2024. Situasi ini dipengaruhi oleh pemilihan Presiden Donald Trump dan awal kepemimpinan Prabowo Subianto di Indonesia.

Pelembutan rupiah yang signifikan ini sebagian besar disebabkan oleh faktor eksternal, khususnya kebijakan proteksionisme ekonomi yang diterapkan oleh pemerintah AS. Kebijakan ini termasuk peningkatan tarif impor untuk melindungi industri dalam negeri dan mendorong pertumbuhan ekonomi AS. Langkah-langkah tersebut diharapkan dapat meningkatkan inflasi AS, sehingga Bank Sentral AS (The Fed) mungkin kesulitan untuk memangkas suku bunga secara agresif. Akibatnya, investor lebih tertarik untuk menanamkan modal mereka di AS, menyebabkan penguatan dolar AS. Indeks dolar AS mencapai level tertingginya sejak November 2022, mencapai 109 pada Januari 2025.

Sentimen negatif terhadap rupiah juga dipicu oleh pengumuman tarif impor baru yang akan diberlakukan oleh AS. Pada awal pekan depan, tarif 25% akan dikenakan kepada produk dari Meksiko dan Kanada, sementara China akan dikenakan tambahan tarif 10%. Kebijakan ini bertujuan untuk mengurangi perdagangan narkotika ilegal yang masuk ke AS dari negara-negara tersebut. Meskipun kedua negara telah berjanji untuk meningkatkan pengawasan perbatasan, Trump menegaskan bahwa tarif tersebut akan tetap berlaku hingga masalah ini terpecahkan atau setidaknya sangat dibatasi. Keputusan ini menambah ketidakpastian di pasar global dan berpotensi memperburuk pelemahan rupiah.

Secara teknikal, pergerakan rupiah masih berada dalam tren pelemahan terhadap dolar AS. Diperkirakan pelemahan ini bisa terus berlanjut hingga menguji resistance terdekat di Rp16.740/US$. Sementara itu, potensi penguatan bisa dilihat pada support terdekat di Rp16.240/US$, yang didapatkan dari Moving Average 50 daily. Para analis menyarankan agar pelaku pasar tetap waspada terhadap sentimen global dan perkembangan kebijakan ekonomi AS yang dapat mempengaruhi nilai rupiah.

Pergerakan rupiah yang tidak menentu ini menunjukkan adanya tantangan besar bagi ekonomi Indonesia. Faktor-faktor eksternal, terutama kebijakan proteksionisme ekonomi AS, menjadi penyebab utama pelemahan mata uang Garuda. Di sisi lain, data ekonomi domestik juga berperan penting dalam menentukan arah nilai tukar. Pelaku pasar perlu mempersiapkan diri untuk menghadapi fluktuasi yang lebih besar dalam beberapa waktu ke depan, dengan fokus pada langkah-langkah mitigasi risiko dan diversifikasi investasi.