Data terbaru menunjukkan penurunan signifikan dalam transaksi QRIS dan tabungan di sejumlah bank Indonesia. Hal ini mencerminkan perubahan struktur ekonomi masyarakat, khususnya penurunan daya beli kelas menengah. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah kelas menengah berkurang dari 57,33 juta orang pada tahun 2019 menjadi 47,85 juta orang pada tahun 2024. Sebaliknya, kelompok masyarakat yang berada dalam kategori rentan miskin mengalami peningkatan signifikan. Bank-bank seperti Bank Jatim, OK Bank Indonesia, dan BJB melaporkan penurunan transaksi dan tabungan, sementara pola konsumsi masyarakat bergeser ke barang-barang esensial.
Berdasarkan data yang tersedia, beberapa bank mengamati tren penurunan transaksi QRIS yang mencolok. Misalnya, Bank Jatim mencatat penurunan nominal transaksi QRIS dari Rp176,30 miliar pada Juni 2024 menjadi hanya Rp130,51 miliar pada Agustus. Meskipun ada sedikit kenaikan dibandingkan dengan bulan Januari, tren penurunan ini tetap mengejutkan. Direktur Utama Bank Jatim menjelaskan bahwa deflasi inti yang berlangsung empat bulan berturut-turut sejak Mei telah berpengaruh besar. Namun, transaksi melalui tabungan digital dan kartu debit masih menunjukkan pertumbuhan positif.
Fenomena penurunan transaksi QRIS ini bukan hanya terjadi di Bank Jatim. Beberapa bank lain juga merasakan dampak serupa. Penyebab utamanya adalah penurunan daya beli masyarakat, yang membuat mereka lebih memilih untuk menghabiskan uang pada kebutuhan dasar atau barang-barang yang lebih esensial. Misalnya, transaksi di kategori hiburan atau restoran menurun, sementara transaksi di kategori bahan makanan dan kebutuhan rumah tangga meningkat. Ini menunjukkan pergeseran prioritas pengeluaran masyarakat akibat kondisi ekonomi yang kurang stabil.
Perubahan struktur ekonomi masyarakat, terutama penurunan kelas menengah, telah memberikan dampak langsung pada bank-bank lokal. Misalnya, OK Bank Indonesia mencatat penurunan tabungan nasabah sebesar 12% secara tahunan. Direktur Kepatuhan OK Bank menyatakan bahwa hal ini disebabkan oleh perubahan pola transaksi masyarakat, yang cenderung mengalihkan pengeluaran ke kebutuhan dasar. Perubahan ini mencerminkan bagaimana masyarakat mulai memprioritaskan pengeluaran mereka pada barang-barang yang paling diperlukan.
Sementara itu, BJB melaporkan bahwa meskipun frekuensi transaksi masih bertumbuh, nilai transaksi mengalami penurunan. Direktur Utama BJB menjelaskan bahwa daya beli uang yang sama kini dapat membeli lebih sedikit barang, menunjukkan tekanan inflasi dan penurunan daya beli. Bank swasta terbesar di Indonesia, BCA, juga merasakan dampak ini. Meskipun transaksi QRIS dan debit tidak terpengaruh, kredit retail mengalami penurunan. Namun, kredit konsumsi seperti KPR dan KKB tetap bertumbuh karena suku bunga yang rendah.