Krisis berkepanjangan di Jalur Gaza telah memaksa banyak warga Palestina mencari perlindungan di luar wilayah mereka. Situasi ini mendorong beberapa negara untuk menawarkan dukungan melalui program evakuasi dan penampungan sementara bagi para pengungsi. Dalam tanggapan global terhadap bencana ini, Indonesia dan Mesir menjadi dua contoh nyata dalam membantu mereka yang terdampak konflik dengan cara yang strategis dan penuh empati.
Pada musim semi tahun 2025, situasi di utara Gaza semakin kritis setelah serangan Israel menghancurkan tempat penampungan Sekolah al-Kermel di Jabalia. Banyak keluarga Palestina kehilangan segalanya dan harus melarikan diri untuk menyelamatkan hidup mereka. Di tengah ketegangan ini, Indonesia dan Mesir menunjukkan langkah konkret sebagai bentuk solidaritas internasional.
Indonesia, dipimpin oleh Presiden Prabowo Subianto, secara tegas menawarkan bantuan kemanusiaan dengan menyediakan lokasi perlindungan sementara bagi korban konflik. Fokus utama adalah mendukung mereka yang mengalami trauma, termasuk anak-anak yatim dan korban luka-luka. Sebagai tahap awal, sekitar 1.000 individu akan dievakuasi ke Indonesia hingga kondisi aman di Gaza pulih.
Di sisi lain, Mesir memainkan peran vital melalui jalur Rafah, yang menjadi jembatan penting antara Gaza dan daratan Mesir. Negara ini tidak hanya memberikan akses logistik tetapi juga memastikan bahwa para pengungsi memiliki tempat transit serta layanan dasar seperti makanan, obat-obatan, dan tempat tinggal sementara. Meskipun tantangan besar menghadang, kerja sama Mesir dengan organisasi internasional berhasil mempercepat distribusi bantuan.
Dari perspektif jurnalis, langkah-langkah ini menginspirasi dunia tentang arti nyata solidaritas kemanusiaan. Upaya Indonesia dan Mesir menunjukkan bahwa solusi damai atas konflik berskala internasional dapat dimulai dari tindakan nyata yang langsung membantu korban. Melalui komitmen ini, harapan akan perdamaian dan keadilan bagi rakyat Gaza semakin terlihat jelas.