Kebijakan ekonomi baru telah diperkenalkan oleh pemerintah Indonesia untuk meningkatkan pengelolaan devisa hasil ekspor sumber daya alam. Presiden Prabowo Subianto menetapkan Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2025 yang menggantikan peraturan sebelumnya, dengan tujuan memperkuat sistem keuangan domestik. Kebijakan ini berlaku mulai 1 Maret 2025 dan menetapkan bahwa seluruh devisa hasil ekspor harus disimpan dalam sistem keuangan Indonesia.
Penyimpanan devisa hasil ekspor ini diharapkan dapat mencapai hingga US$ 80 miliar, yang akan memberikan dampak positif pada ekonomi nasional. Para eksportir tetap diberikan fleksibilitas dalam menggunakan dana tersebut untuk mendukung operasional perusahaan mereka. Penggunaan dana ini dibatasi pada lima aspek penting, termasuk konversi ke rupiah, pemenuhan kewajiban pajak, pembagian dividen valuta asing, pengadaan barang dan jasa impor, serta pelunasan pinjaman valuta asing.
Penerapan kebijakan ini didukung oleh pengawasan ketat dari Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, Bank Indonesia, dan Otoritas Jasa Keuangan melalui sistem informasi terintegrasi. Eksportir yang melanggar aturan akan menghadapi sanksi berupa penangguhan pelayanan ekspor. Selain itu, pemerintah juga menyediakan insentif pajak bagi eksportir yang mematuhi peraturan, seperti tarif PPh 0% atas pendapatan bunga dari instrumen penempatan devisa.
Dengan adanya peraturan baru ini, pemerintah bertujuan untuk memperkuat stabilitas ekonomi nasional dan mendukung pertumbuhan industri lokal. Langkah ini mencerminkan komitmen pemerintah dalam menjaga keseimbangan antara kepentingan nasional dan kelangsungan usaha para eksportir, sehingga mendorong investasi dan perkembangan ekonomi yang lebih inklusif dan berkelanjutan.