Pemberontakan Pangeran Alit di Kerajaan Mataram

Apr 19, 2025 at 1:37 AM

Dalam sejarah Kerajaan Mataram, terdapat kisah pemberontakan yang dilakukan oleh Pangeran Alit, putra mahkota yang didorong oleh konflik internal keluarga kerajaan. Konflik ini melibatkan adik Sultan Agung dan pengaruh dari Tumenggung Pasisingan serta anaknya, Tumenggung Agrayuda. Mereka berhasil menghasut Pangeran Alit untuk merebut kekuasaan dengan memanfaatkan situasi politik yang tidak stabil. Namun, rencana tersebut gagal setelah Pangeran Purbaya memberi tahu Raja tentang insiden ini.

Konflik ini menjadi cerminan ketegangan dalam struktur kekuasaan Kerajaan Mataram. Meskipun Pangeran Alit masih muda dan emosional belum matang, ia tetap menyetujui rencana serangan atas alun-alun selatan keraton. Dorongan ini juga dipicu oleh perasaan ketidakadilan yang dirasakan oleh Tumenggung Silingsingan dan koleganya, yang merasa dicurigai oleh Raja.

Awal Mula Pemberontakan

Pemberontakan Pangeran Alit dimulai dari konflik antara anggota keluarga kerajaan. Ketegangan ini diperparah oleh hasutan dari Tumenggung Pasisingan dan Tumenggung Agrayuda, yang ingin memanfaatkan situasi politik yang genting di Mataram. Saat itu, keraton sedang sibuk membangun istana baru, sehingga suasana di keraton lama menjadi lebih sepi dan rentan terhadap serangan.

Situasi ini dianggap sebagai kesempatan emas bagi Pangeran Alit untuk merebut kekuasaan. Tumenggung Pasisingan dan Tumenggung Agrayuda berhasil meyakinkan Pangeran Alit bahwa ia memiliki dukungan dari separuh wilayah Mataram. Dengan usia 19 tahun, Pangeran Alit masih labil secara emosional, namun ia langsung menyetujui rencana pemberontakan tanpa ragu. Mereka berencana untuk menyerang alun-alun selatan keraton pada malam hari, saat para pekerja paksa sedang pulang. Persiapan serangan ini mendapatkan dukungan dari lurah-lurah setempat yang loyal kepada Tumenggung Pasisingan.

Gagalnya Serangan dan Implikasinya

Meskipun rencana serangan telah disusun dengan rinci, upaya Pangeran Alit akhirnya gagal karena informasi bocor ke pihak Raja. Pangeran Purbaya, yang mencium adanya ancaman, segera memberitahukan rencana pemberontakan kepada Sultan Agung. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya jaringan intelijen di lingkaran istana dalam menjaga stabilitas kekuasaan.

Pada malam yang ditentukan untuk serangan, Tumenggung Agrayuda bersiap memimpin pasukan bersenjata dari arah alun-alun selatan. Namun, sebelum mereka dapat melancarkan serangan, Raja sudah mengetahui rencana tersebut dan segera mengambil langkah antisipatif. Gagalnya serangan ini menunjukkan bahwa meskipun ada konflik internal, Raja tetap memiliki kontrol yang kuat atas situasi. Insiden ini juga menyoroti bagaimana ambisi individu dan manipulasi politik dapat mengancam integritas kerajaan. Akhirnya, konflik ini meninggalkan pelajaran berharga tentang pentingnya kehati-hatian dalam memilih sekutu dan menjaga kestabilan kekuasaan.