Pemerintah Indonesia dan Inggris memperkuat kolaborasi mereka dalam mendorong transisi energi yang adil serta pembangunan ekonomi hijau yang inklusif. Pertemuan antara delegasi dari Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Indonesia dengan Menteri Iklim Inggris, HE Kerry McCarthy MP, membahas langkah-langkah strategis untuk mencapai pertumbuhan ekonomi berkelanjutan. Dalam kesempatan ini, Indonesia juga menyoroti harapannya mendapatkan dukungan dari Inggris sebagai anggota Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD) guna meningkatkan posisinya di forum internasional. Diskusi tersebut melibatkan berbagai aspek, mulai dari reformasi struktural hingga proyek-proyek konkret seperti pengembangan energi surya dan teknologi rendah karbon.
Di Jakarta, sebuah dialog penting telah terjadi antara kedua negara pada Kamis (17/4). Deputi Bidang Koordinasi Energi dan Sumber Daya Mineral Kemenko Perekonomian, Elen Setiadi, menyampaikan komitmen kuat Indonesia menuju perekonomian hijau yang inklusif. Salah satu fokus utamanya adalah pencapaian target pertumbuhan nasional sebesar 8 persen yang telah ditetapkan dalam visi Asta Cita Presiden Prabowo Subianto. Untuk merealisasikannya, Indonesia telah membentuk Satuan Tugas Transisi Energi dan Ekonomi Hijau melalui Keputusan Menteri Nomor 141 Tahun 2025.
Satgas ini memiliki empat kelompok kerja utama yang bertujuan mempercepat transisi energi secara adil. Fokus utamanya mencakup pengurangan emisi di sektor hulu, pengembangan industri ramah lingkungan di sektor hilir, pembiayaan investasi hijau, serta memastikan bahwa seluruh lapisan masyarakat dapat merasakan manfaatnya. Sebagai hasil konkret, pembiayaan senilai USD1,2 juta telah diberikan oleh Standard Chartered kepada ACWA Power untuk mengembangkan Proyek Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) berkapasitas 60 MW di Saguling.
Dukungan dari perusahaan energi BP juga menjadi sorotan dalam diskusi ini. BP berkomitmen untuk memberikan kontribusi melalui teknologi rendah karbon, termasuk penangkapan dan penyimpanan karbon (CCS) serta pemanfaatan karbon (CCUS), khususnya dalam proyek Tangguh. Selain itu, Rachmat Kaimuddin dari Kementerian Koordinator Bidang Infrastruktur dan Wilayah menegaskan bahwa Indonesia sedang melakukan investasi besar-besaran dalam pengembangan energi bersih. Regulasi baru yang membatasi penggunaan pembangkit berbasis batu bara atau energi fosil juga sedang disiapkan, kecuali untuk proyek yang sudah memiliki kontrak.
Pengurangan emisi juga menjadi prioritas utama dalam Rencana Umum Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL). Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE), Eniya Listiani Dewi, menjelaskan bahwa target pengembangan pembangkit energi terbarukan sebesar 41 GW akan dicapai dalam sepuluh tahun ke depan. Pemerintah juga menyiapkan insentif untuk percepatan penggunaan kendaraan listrik (EV), termasuk pembebasan bea masuk impor komponen dengan syarat produksi tertentu.
Berbagai upaya strategis yang telah dilakukan oleh Indonesia dan Inggris menunjukkan komitmen bersama untuk mewujudkan masa depan yang lebih hijau. Dengan dukungan internasional dan investasi dalam teknologi rendah karbon, Indonesia berada di jalur yang tepat untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan serta memperkuat posisinya di kancah global.