The Fed Diprediksi 2 Kali Pangkas Suku Bunga, BI Cuma Sekali

Aug 7, 2024 at 10:50 AM

Proyeksi Penurunan Suku Bunga AS dan Dampaknya bagi Indonesia

Ekonomi global saat ini sedang menghadapi berbagai tantangan, termasuk tanda-tanda perlambatan ekonomi di Amerika Serikat. Dalam situasi ini, para ekonom memperkirakan bahwa The Fed akan memangkas suku bunga acuan sebanyak dua kali di semester kedua tahun 2024. Hal ini tentunya akan berdampak pada kebijakan moneter di Indonesia, di mana Bank Indonesia juga diproyeksikan akan menurunkan suku bunganya, meski tidak terlalu besar. Bagaimana proyeksi ini akan mempengaruhi perekonomian Indonesia? Simak ulasan berikut.

Proyeksi Penurunan Suku Bunga AS dan Dampaknya bagi Indonesia

Proyeksi Penurunan Suku Bunga The Fed

Menurut Kepala Ekonom Mandiri Sekuritas, Rangga Cipta, The Fed diprediksi akan memangkas suku bunga acuan sebanyak dua kali pada semester kedua tahun 2024. Masing-masing pemotongannya akan sebesar 25 basis poin (bps). Hal ini didasarkan pada perkembangan terakhir yang menunjukkan risiko resesi di Amerika Serikat semakin nyata.Rangga menjelaskan bahwa beberapa data terbaru mengindikasikan pemburukan ekonomi yang cepat di AS. Hal ini menyebabkan para ekonom yang sebelumnya berpandangan bahwa suku bunga akan tetap tinggi (higher for longer) kini telah beralih ke potensi resesi yang meningkat. Kondisi ini tentunya akan memaksa The Fed untuk melakukan penurunan suku bunga secara lebih agresif.

Dampak Penurunan Suku Bunga The Fed bagi Indonesia

Penurunan suku bunga The Fed akan berdampak pada kebijakan moneter di Indonesia. Rangga memprediksi bahwa Bank Indonesia (BI) juga akan memangkas suku bunganya, meski tidak terlalu besar. Ia memperkirakan BI hanya akan menurunkan suku bunga sebanyak 1 kali pada tahun ini, dengan besaran 20 basis poin.Namun, Rangga menyatakan bahwa kemungkinan penurunan suku bunga BI bisa lebih besar jika Amerika Serikat mengalami resesi atau hardening. Pada tahun depan, ia memperkirakan BI akan memangkas suku bunga lebih besar, karena adanya ruang pemuatan yang lebih signifikan pada nilai tukar rupiah.Penurunan suku bunga ini tentunya akan memberikan dampak positif bagi perekonomian Indonesia. Dengan biaya pinjaman yang lebih rendah, diharapkan dapat mendorong pertumbuhan ekonomi dan investasi di dalam negeri. Selain itu, penurunan suku bunga juga dapat memberikan ruang bagi BI untuk menerapkan kebijakan moneter yang lebih akomodatif.

Risiko dan Tantangan yang Perlu Diwaspadai

Meskipun penurunan suku bunga dapat memberikan manfaat bagi Indonesia, terdapat beberapa risiko dan tantangan yang perlu diwaspadai. Salah satunya adalah potensi resesi di Amerika Serikat yang semakin nyata.Rangga menjelaskan bahwa kontribusi ekonomi AS terhadap ekonomi global mencapai sekitar 20%. Jika Amerika mengalami masalah, maka negara lain, termasuk Indonesia, juga akan terdampak. Hal ini dapat mempengaruhi kinerja ekspor Indonesia, di mana sekitar 10% dari total ekspor ditujukan ke pasar AS.Selain itu, Rangga juga menyoroti risiko yang timbul dari hasil pemilihan umum di Amerika Serikat. Menurutnya, hasil pemilu ini sangat penting karena dapat mempengaruhi stimulus ekonomi yang besar di Amerika, yang menjadi salah satu sumber pertumbuhan ekonominya. Jika kandidat yang menang mempertahankan stimulus yang agresif, maka momentum pertumbuhan di Amerika akan tetap tinggi, yang dapat menyebabkan inflasi tetap tinggi dan mengurangi ruang untuk kebijakan moneter yang ketat.

Proyeksi Nilai Tukar Rupiah

Selain membahas proyeksi suku bunga, Rangga juga memberikan pandangannya mengenai nilai tukar rupiah. Ia memprediksi bahwa pada kuartal ketiga tahun ini, rupiah dapat membuat level di bawah Rp16.000, kemungkinan berada di kisaran Rp15.900.Namun, Rangga memperingatkan bahwa pada kuartal keempat, rupiah mungkin akan kembali tertekan karena faktor-faktor risiko yang telah disebutkan sebelumnya, sehingga bisa kembali ke kisaran Rp16.000.Hal ini menunjukkan bahwa meskipun terdapat potensi penguatan rupiah di semester kedua tahun ini, namun volatilitas nilai tukar tetap perlu diwaspadai. Pemerintah dan otoritas moneter harus terus memantau perkembangan ekonomi global dan mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah.