Ancaman Deflasi yang Meningkat: Konsekuensi Ekonomi dan Dampaknya bagi Investor
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Jakarta terpangkas 1,01% ke level 7.616,52 pada penutupan perdagangan Selasa (3/9/2024), terbawa oleh kabar deflasi terbaru yang melanda Indonesia. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat deflasi sebesar 0,03% (month to month/mtm) pada Agustus 2024, yang disebabkan oleh penurunan harga pangan bergejolak seperti bawang merah, daging ayam ras, tomat, dan telur ayam ras.Mengekang Kepercayaan Konsumen dan Risiko Investasi
Ancaman Deflasi yang Meningkat
Deflasi yang terjadi selama empat bulan beruntun sejak Mei 2024 ini dapat memicu kekhawatiran di pasar akan semakin lemahnya daya beli konsumen. Jika deflasi berlangsung lama, hal ini dapat berdampak negatif pada pertumbuhan ekonomi. Sejarah mencatat, Indonesia pernah mengalami periode deflasi beruntun pada tahun 1999, 2008, dan 2020.Deflasi, yang ditandai dengan penurunan harga barang dan jasa dalam jangka waktu panjang, adalah kebalikan dari inflasi. Beberapa ekonom memandang deflasi lebih serius daripada inflasi karena lebih sulit dikendalikan. Selama masa deflasi, tidak hanya barang dan jasa konsumen yang mengalami penurunan harga, namun juga aset-aset investasi seperti saham, obligasi, real estat, dan komoditas.Dampak bagi Investor
Bagi investor, deflasi dapat berarti penurunan nilai investasi mereka. Kepemilikan uang tunai menjadi relatif meningkat, sementara investasi lainnya cenderung menurun. Hal ini dapat memicu pengurangan investasi, yang berpotensi menyebabkan penurunan lebih lanjut dalam harga aset.Perusahaan juga akan terdampak saat deflasi berlangsung terlalu lama. Laba perusahaan mulai menurun karena kondisi ekonomi yang memaksa mereka menjual produk dengan harga semakin rendah. Hal ini akan mendorong perusahaan untuk memangkas biaya produksi, mengurangi upah karyawan, memberhentikan pekerja, dan bahkan menutup fasilitas produksi.Bagi investor saham, deflasi dapat menyebabkan penurunan harga ekuitas karena orang menjual investasi yang tidak lagi menawarkan keuntungan yang memuaskan. Rasio harga/laba (PE) pun dapat menurun seiring dengan penurunan laba perusahaan.Di sisi lain, deflasi ringan biasanya tidak berdampak negatif pada obligasi. Bahkan, deflasi tingkat rendah terkadang dapat bermanfaat bagi obligasi berkualitas tinggi, jika investor memutuskan untuk memindahkan uang mereka dari saham ke investasi yang dianggap lebih aman.Namun, deflasi yang lebih kuat juga dapat memengaruhi kelayakan obligasi bagi peminjam dan investor. Harga obligasi dapat naik karena peminjam korporat yakin bahwa melunasi pinjaman mereka akan mengakibatkan kerugian finansial. Selain itu, jika suku bunga menurun selama periode deflasi untuk mendorong lebih banyak pinjaman dan pengeluaran, imbal hasil obligasi juga menurun. Dan jika deflasi terjadi, risiko gagal bayar obligasi dapat meningkat.Upaya untuk Mengatasi Deflasi
Untuk mengatasi deflasi, pemerintah biasanya akan mengekang pengeluaran dan mendorong tabungan dengan menaikkan suku bunga. Sebaliknya, saat deflasi, pemerintah akan berupaya mendorong pengeluaran dengan menurunkan suku bunga. Namun, bank sentral di wilayah yang terkena deflasi hanya dapat mengubah nilai tukar sedikit saja.Deflasi yang semakin dalam dapat berdampak buruk bagi konsumen, pekerja, bisnis, dan investor. Oleh karena itu, diperlukan upaya yang komprehensif untuk menstabilkan laju inflasi agar tidak terjebak dalam spiral deflasi yang sulit diatasi.