Rupiah Terjerembab Usai Data Ketenagakerjaan AS Sedikit Membaik
Jakarta, CNBC Indonesia - Setelat mengalami penguatan pekan lalu, rupiah kembali melemah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Senin (9/9/2024). Terpantau, mata uang Garuda ambruk 0,59% ke level Rp15.450/US$, sejalan dengan kenaikan indeks dolar AS (DXY).Tekanan Kembali Menghantam Rupiah di Awal Pekan Ini
Penguatan Dolar AS Tekan Rupiah
Penurunan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS terjadi seiring dengan penguatan DXY dalam dua hari terakhir. DXY, yang merupakan indeks yang mengukur kekuatan dolar terhadap enam mata uang utama lainnya, tercatat naik 0,05% menjadi 101,22 pada Senin pagi.Hal ini terjadi meskipun data ketenagakerjaan AS pada Jumat pekan lalu tidak terlalu buruk seperti yang diperkirakan. Tingkat pengangguran AS justru turun menjadi 4,2% dari sebelumnya 4,3%. Sementara itu, tingkat upah juga naik lebih tinggi dari perkiraan, yaitu 0,7% secara bulanan dan 3,8% secara tahunan.Dampaknya, ekspektasi pasar terhadap pemotongan suku bunga The Fed sebesar 50 basis poin (bps) mulai berkurang. Kini, pasar lebih memperkirakan pemotongan 25 bps melalui CME FedWatch Tool. Kondisi ini mendorong penguatan dolar AS dan menekan rupiah dalam perdagangan hari ini.Rupiah Ambruk di Pembukaan Perdagangan
Terpantau, rupiah di sesi pembukaan perdagangan hari ini dibuka dengan melemah 0,59% ke level Rp15.450/US$. Angka ini jauh lebih rendah dibandingkan posisi penutupan Jumat lalu (6/9/2024) yang berada di Rp15.382/US$, atau melemah 0,23%.Pelaku pasar memantau pergerakan rupiah dengan seksama, mengingat volatilitas yang cukup tinggi dalam beberapa hari terakhir. Kondisi fundamental ekonomi domestik yang tetap kuat diharapkan dapat menjadi katalis penguatan rupiah ke depan.Prospek Pemotongan Suku Bunga The Fed Membaik
Meski rupiah kembali melemah, prospek pemotongan suku bunga The Fed tampaknya semakin membaik. Pasalnya, data ketenagakerjaan AS yang lebih baik dari perkiraan membuat pasar menurunkan ekspektasi penurunan suku bunga 50 bps menjadi 25 bps.Hal ini tentu saja dapat menjadi sentimen positif bagi rupiah di masa mendatang. Penurunan suku bunga The Fed yang lebih moderat diharapkan dapat menekan laju penguatan dolar AS, sehingga memberikan angin segar bagi mata uang domestik.Namun, prospek tersebut masih harus diikuti dengan perkembangan data ekonomi AS lainnya serta situasi perang dagang antara AS dan China. Dinamika global ini akan terus menjadi perhatian utama bagi pelaku pasar dalam menentukan arah pergerakan rupiah ke depan.