Kontroversi muncul setelah Kepala Badan Gizi Nasional (BGN) mengusulkan serangga sebagai bagian dari program Makan Bergizi Gratis. Usulan tersebut mendapat kritik tajam dari berbagai kalangan, terutama berkaitan dengan keamanan konsumsi hewan seperti belalang dan ulat sagu. Dokter spesialis penyakit dalam, dr Nila Maharani, menegaskan pentingnya menjaga keselamatan masyarakat dengan tidak mengonsumsi hewan liar yang belum diketahui amannya. Dia menyoroti bahaya toksin yang dapat dikeluarkan oleh beberapa jenis belalang, yang bisa menyebabkan reaksi alergi serius. Meskipun ada fatwa yang membolehkan konsumsi serangga tertentu, masyarakat tetap perlu berhati-hati dalam memilih jenis serangga yang aman untuk dimakan.
Dalam beberapa hari terakhir, usulan Kepala Badan Gizi Nasional (BGN) Dadan Hindayana menjadi sorotan publik. Ia mencetuskan ide untuk memasukkan serangga, seperti belalang dan ulat sagu, ke dalam menu program Makan Bergizi Gratis. Langkah ini bertujuan untuk meningkatkan asupan protein masyarakat dengan sumber alternatif. Namun, ide tersebut langsung mendapat respons negatif dari berbagai pihak, terutama karena pertimbangan keamanan.
Dr Nila Maharani, seorang praktisi kesehatan dan dokter spesialis penyakit dalam di RSUD dr R Sosodoro Djatikoesoemo Bojonegoro, menyarankan masyarakat untuk berhati-hati. Dia menekankan bahwa hewan liar, termasuk serangga, yang belum terbukti aman untuk dikonsumsi harus dihindari. Salah satu contoh adalah belalang setan atau aularches miliaris, yang memiliki mekanisme pertahanan diri dengan mengeluarkan toksin dari bagian dadanya. Toksin ini memiliki efek berbahaya bagi manusia, mulai dari reaksi alergi ringan hingga yang lebih serius.
Berdasarkan pengetahuan medis, toksin yang dikeluarkan oleh belalang setan berwarna jernih, kental, dan berbau tidak sedap. Selain itu, cairan ini juga bersifat basa, yang dapat mengganggu keseimbangan asam-basa dalam tubuh. Reaksi alergi yang ditimbulkan bervariasi, mulai dari gejala ringan seperti mual dan muntah, hingga kondisi yang mengancam jiwa seperti anafilaksis. Meski belum ada bukti ilmiah yang menunjukkan bahwa racun ini dapat menewaskan manusia, potensi bahayanya tetap perlu dipertimbangkan.
Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Nomor Kep-13/MUI/IV/2000 menyatakan bahwa belalang boleh dikonsumsi selama tidak menimbulkan kerugian. Namun, ini tidak berarti semua jenis belalang aman. Beberapa jenis belalang, termasuk belalang setan, diketahui mengandung racun. Oleh karena itu, masyarakat disarankan untuk berhati-hati dan memastikan jenis serangga yang akan dikonsumsi benar-benar aman. Kesadaran tentang potensi bahaya ini penting untuk melindungi kesehatan masyarakat, terutama mereka yang tinggal di daerah yang dekat dengan habitat serangga tersebut.
Menghadapi kontroversi ini, masyarakat diharapkan dapat mempertimbangkan nasihat para ahli kesehatan dan mengedepankan keselamatan dalam pemilihan makanan. Meskipun ide menggunakan serangga sebagai sumber protein alternatif tampak menarik, langkah-langkah pencegahan harus tetap menjadi prioritas utama. Dengan demikian, upaya untuk meningkatkan gizi masyarakat dapat dilakukan secara aman dan bertanggung jawab.