Penanggungan: Navigasi Sejarah Menuju Jantung Kerajaan Panjalu

Apr 18, 2025 at 11:56 PM

Pada abad ke-12, Gunung Penanggungan berperan sebagai penanda penting bagi pedagang dari Cina dan wilayah Asia lainnya yang menuju Kerajaan Panjalu. Gunung ini dianggap suci oleh masyarakat Pulau Jawa dan menjadi elemen vital dalam sistem navigasi para pelaut. Dengan larangan berlayar ke Pulau Jawa pada abad ke-13, pedagang Cina mencari rute alternatif melalui Pelabuhan Yau-toung, yang kini diyakini terletak di muara Sungai Porong. Kekayaan alam dan stabilitas pemerintahan di Panjalu menarik perhatian banyak pedagang asing.

Berdasarkan penelitian Prof. Slamet Muljana, gunung yang dikenal dengan lima puncak berawan identik dengan Gunung Penanggungan. Nama Sukitan, yang digunakan oleh pedagang Cina, kemungkinan besar merupakan transliterasi dari istilah Jawa "Supitan Madura". Lokasi ini mencakup pantai barat Selat Madura, dari Bangil hingga Surabaya. Bukti historis ini menjadikan Pelabuhan Yau-toung tetap relevan hingga pertengahan abad ke-15.

Misteri Gunung Penanggungan dalam Sejarah Navigasi

Gunung Penanggungan memiliki posisi strategis yang mendukung aktivitas perdagangan lintas laut pada masa itu. Konon, gunung ini menjadi titik acuan utama para pelaut dari daratan Asia Timur untuk mencapai Kerajaan Panjalu. Keberadaannya tidak hanya membantu navigasi, tetapi juga menginspirasi mitos-mitos tentang kesuciannya di kalangan penduduk setempat.

Sebagai penanda arah, Gunung Penanggungan memainkan peran ganda: secara praktis, ia menjadi kompas alami bagi kapal-kapal dagang yang tersesat di lautan lepas; secara spiritual, ia dianggap sebagai tempat sakral yang menghubungkan manusia dengan kekuatan ilahi. Para pedagang Cina menggunakan deskripsi geografis tertentu untuk merujuk pada gunung ini, seperti Pau-lau-an dengan lima puncak kabut. Nama tersebut sejalan dengan karakteristik fisik Gunung Penanggungan yang masih dapat diamati hingga hari ini. Selain itu, gunung ini menjadi simbol ketahanan kerajaan yang makmur dan aman bagi para pelaku perdagangan.

Jejak Pelabuhan Kuno di Muara Kali Porong

Dalam catatan sejarah, Pelabuhan Yau-toung berkembang pesat sebagai pusat perdagangan antarpulau. Letaknya di muara Kali Porong membuatnya mudah dijangkau oleh kapal-kapal dari berbagai negara. Aktivitas ekonomi di pelabuhan ini dipengaruhi oleh kondisi politik dan sosial Kerajaan Panjalu yang stabil serta sumber daya alam yang melimpah.

Berdasarkan interpretasi Prof. Slamet Muljana, nama Sukitan yang sering disebut dalam literatur Cina kuno sebenarnya merujuk pada daerah pantai barat Selat Madura. Kata ini berasal dari bahasa Jawa "Supitan Madura," yang mengacu pada selat sempit antara Pulau Jawa dan Madura. Pelabuhan Yau-toung tetap aktif hingga akhir abad ke-15, menunjukkan betapa pentingnya lokasi ini dalam jaringan perdagangan regional. Para pedagang Cina berhasil menghindari larangan resmi dengan menyamar sebagai pengunjung Sukitan, padahal tujuan mereka adalah Pulau Jawa. Kombinasi faktor geografis, ekonomi, dan politik menjadikan pelabuhan ini salah satu simpul perdagangan terbesar di wilayah tersebut.