Kerajaan Majapahit, salah satu kekuatan besar di Nusantara pada masanya, memiliki kaitan erat dengan agama Hindu yang memengaruhi berbagai aspek kehidupan. Dalam tradisi ini, konsep kosmogoni menjadi dasar pandangan hidup masyarakatnya, mencerminkan hubungan harmonis antara mikrokosmos dan makrokosmos untuk mendapatkan kesejahteraan. Simbol-simbol seperti "Surya Majapahit" menjadi representasi penting dari pengaruh tersebut.
Simbol ini tidak hanya terkait dengan pemujaan Dewa Matahari tetapi juga mencerminkan arah mata angin dan struktur alam semesta. Selain itu, keyakinan tentang kekuatan magis matahari tercermin dalam praktik-praktik budaya, termasuk orientasi bangunan suci hingga penempatan mayat dalam penguburan.
Dalam sejarah Majapahit, simbol "Surya Majapahit" menjadi elemen penting yang menghubungkan manusia dengan alam semesta melalui desain bangunan suci. Terdapat ciri khas pada simbol ini, yaitu pusat yang dikelilingi oleh garis atau sinar yang menunjukkan empat penjuru mata angin. Hal ini mencerminkan bagaimana masyarakat Majapahit menyelaraskan diri dengan prinsip kosmologis dalam kehidupan sehari-hari mereka.
Penggunaan simbol ini dapat ditemukan di beberapa situs bersejarah seperti Candi Penataran, Candi Rimbi, dan Candi Jabung. Desain simbol ini secara langsung merefleksikan keyakinan bahwa harmoni antara dunia mikro dan makro adalah kunci untuk mencapai kemakmuran. Bangunan-bangunan tersebut sering kali disusun sesuai dengan orientasi alam semesta, misalnya dengan mengarahkan struktur ke penjuru mata angin tertentu sebagai bentuk penghormatan kepada dewa-dewa yang diyakini mempengaruhi kehidupan manusia.
Selain manifestasinya dalam arsitektur, pemujaan Dewa Matahari juga tercermin dalam tradisi penguburan yang dilakukan oleh masyarakat Majapahit. Keyakinan akan kekuatan magis matahari memengaruhi cara mayat diletakkan selama prosesi pemakaman. Orientasi timur-barat atau barat-timur dipilih berdasarkan interpretasi spiritual tentang arah matahari terbit dan terbenam.
Arah matahari terbit dianggap sebagai simbol kehidupan baru dan sumber energi positif, sementara arah matahari terbenam dikaitkan dengan kematian dan pelemahan kekuatan. Praktik ini bahkan melibatkan detail seperti penempatan kepala mayat menghadap ke timur, yang dipercaya sebagai tempat asal nenek moyang. Dengan demikian, penguburan dengan orientasi ini bertujuan agar arwah dapat kembali ke tempat asalnya. Sebaliknya, penempatan kepala menghadap barat mencerminkan keyakinan bahwa barat adalah arah kematian. Tradisi ini tidak hanya ada di Majapahit tetapi juga ditemukan dalam budaya Megalitik lainnya di wilayah Indonesia seperti Pulau Timor, Kei, Seram, dan Sumba, yang masih mempertahankan pemujaan terhadap Dewa Matahari hingga saat ini.