Rupiah Bergerak Stagnan, Dolar Bertahan di Rp15.520!
Sep 3, 2024 at 8:16 AM
Rupiah Terjepit Diantara Deflatsi dan Kontraksi Manufaktur
Jakarta, CNBC Indonesia - Mata uang Rupiah sedang berada dalam posisi yang sulit, terhimpit di antara tren deflasi yang berkelanjutan dan perlambatan aktivitas manufaktur. Situasi ini menciptakan tekanan berat terhadap perekonomian Indonesia, mengganggu daya beli masyarakat dan mengancam prospek pertumbuhan di tahun-tahun terakhir pemerintahan Presiden Joko Widodo.Mampukah Rupiah Bangkit dari Bayang-bayang Buruk Ekonomi Dalam Negeri?
Rupiah Terpuruk di Tengah Deflatsi Berkepanjangan
Pergerakan mata uang Rupiah saat ini tak bisa lepas dari dinamika deflatsi yang telah berlangsung selama empat bulan berturut-turut. Pada Agustus 2024, Indeks Harga Konsumen (IHK) mencatat penurunan sebesar 0,03% secara bulanan, sementara inflasi tahunan hanya mencapai 2,12%. Tren penurunan harga ini merefleksikan melemahnya daya beli masyarakat, yang dapat berdampak negatif pada sektor-sektor ekonomi yang bergantung pada konsumsi domestik. Kondisi ini tentu saja semakin memperburuk sentimen pasar terhadap Rupiah.Penurunan IHK tercermin dalam harga-harga di sektor komunikasi dan jasa keuangan yang terus menurun pada tingkat yang konsisten sebesar -0,16%. Situasi ini semakin memperparah pelemahan Rupiah, karena melemahnya daya beli tidak mampu memberikan dukungan yang memadai terhadap mata uang domestik. Jika kondisi deflatsi ini berlanjut, kekhawatiran akan semakin meningkat terhadap prospek perekonomian Indonesia secara keseluruhan.Kontraksi Industri Manufaktur, Ancaman Besar bagi Rupiah
Selain tren deflatsi, pergerakan Rupiah juga dipengaruhi oleh kontraksi yang terjadi pada sektor manufaktur. Indeks Pembelian Manajer (PMI) Manufaktur turun menjadi 49,3 pada Juli dan 48,9 pada Agustus 2024, angka terendah sejak Agustus 2021. Hal ini menunjukkan tekanan berat yang dialami oleh sektor manufaktur, yang merupakan salah satu pilar utama perekonomian Indonesia.Dengan semakin dekatnya akhir masa jabatan Presiden Joko Widodo, kontraksi ini meningkatkan kekhawatiran akan kemungkinan penurunan kinerja ekonomi secara keseluruhan. Sektor manufaktur yang lesu akan berdampak langsung pada ekspor, investasi, dan pertumbuhan ekonomi, yang pada akhirnya akan memperlemah Rupiah.Kondisi ini semakin diperburuk oleh tekanan eksternal, seperti menguatnya indeks dolar AS dan imbal hasil US Treasury yang terus meningkat. Kenaikan imbal hasil Treasury AS dengan tenor 10 tahun ke level 3,91% menarik investor untuk mengalihkan dana mereka ke aset yang lebih aman di AS, berpotensi memicu arus keluar modal dari pasar negara berkembang seperti Indonesia.Menyikapi Tekanan terhadap Rupiah: Upaya Stabilisasi yang Mendesak
Dalam menghadapi situasi yang semakin mencekam ini, Bank Indonesia (BI) perlu segera mengambil langkah-langkah yang efektif untuk menstabilkan nilai tukar Rupiah. Beberapa opsi yang dapat dipertimbangkan antara lain:1. Menaikkan suku bunga acuan secara agresif untuk menarik minat investor dan menahan laju pelemahan Rupiah.2. Melakukan intervensi di pasar valuta asing secara terukur untuk meredam fluktuasi yang berlebihan.3. Memperkuat koordinasi dengan pemerintah untuk mendorong kebijakan-kebijakan yang dapat meningkatkan daya saing ekonomi dan memperkuat fundamental Rupiah.4. Melakukan komunikasi yang efektif kepada publik untuk mengelola ekspektasi dan menjaga sentimen positif terhadap Rupiah.Langkah-langkah stabilisasi yang cepat dan tepat dari BI serta dukungan kebijakan pemerintah yang sinergi akan menjadi kunci untuk mengembalikan kepercayaan pasar terhadap Rupiah di tengah badai ekonomi yang kian mengancam.