Analisis Korupsi di Asia Tenggara: Fakta dan Solusi

Mar 14, 2025 at 10:50 AM

Korupsi tetap menjadi salah satu masalah utama yang menghambat kemajuan ekonomi, sosial, dan politik di banyak negara. Laporan Indeks Persepsi Korupsi (CPI) 2024 oleh Transparency International menyoroti bahwa sebagian besar negara di Asia Tenggara masih berjuang melawan korupsi. Dalam CPI, skala 0 hingga 100 digunakan untuk menilai tingkat kebersihan sektor publik, dengan skor lebih rendah menunjukkan tingkat korupsi yang lebih tinggi. Artikel ini membahas daftar negara-negara Asia Tenggara dengan tantangan korupsi terbesar serta langkah-langkah yang perlu diambil.

Perspektif Negara dengan Korupsi Tertinggi

Berbagai negara di Asia Tenggara mendapatkan peringkat rendah dalam laporan CPI 2024, mencerminkan adanya pola buruk dalam tata kelola pemerintahan. Myanmar, Kamboja, Thailand, Laos, Filipina, dan Indonesia merupakan beberapa contoh negara yang menghadapi tantangan serius terkait korupsi. Masalah-masalah seperti praktik suap, nepotisme, dan kurangnya transparansi telah mempengaruhi kinerja institusi publik mereka.

Myanmar, misalnya, menerima skor hanya 16 dari 100, menempatkannya di posisi 168 dari 180 negara yang disurvei. Kondisi ini dipicu oleh ketidakstabilan politik pasca-kudeta militer pada tahun 2021. Di sisi lain, Kamboja juga menghadapi tantangan serupa dengan skor 21/100, di mana korupsi merajalela di sistem hukum dan administrasi pemerintahan. Thailand dan Laos, meskipun memiliki skor sedikit lebih baik, masih harus berusaha keras untuk meningkatkan transparansi birokrasi mereka. Sedangkan Filipina dan Indonesia, walaupun ada upaya reformasi, tetap menghadapi kendala akar rumput dalam penegakan hukum dan administrasi publik.

Solusi Global dan Prioritas Jangka Panjang

Transparency International menekankan pentingnya pendekatan global dalam memberantas korupsi. François Valérian, Ketua Transparency International, menyerukan agar setiap negara menjadikan pemberantasan korupsi sebagai prioritas strategis jangka panjang. Hal ini bertujuan untuk melawan otoritarianisme dan menciptakan dunia yang lebih damai serta berkelanjutan.

Dalam konteks Asia Tenggara, solusi konkret diperlukan untuk mengatasi tren bahaya korupsi yang terungkap dalam CPI 2024. Singapura, dengan skor 84/100, menjadi contoh negara yang berhasil mengejar tata kelola bersih melalui reformasi sistemik dan pengawasan ketat. Negara-negara lain dapat belajar dari model ini dengan memperkuat transparansi dan akuntabilitas di sektor publik. Malaysia, misalnya, telah menunjukkan perbaikan signifikan dalam skor CPI-nya, namun masih perlu melakukan lebih banyak usaha untuk memastikan keberlanjutan hasil tersebut. Secara keseluruhan, kolaborasi internasional dan komitmen nasional adalah kunci untuk mengatasi korupsi secara efektif.