Bankir Beberkan Bukti Kelas Menengah RI Makin Susah!

Sep 6, 2024 at 4:30 AM

Menjaga Stabilitas Ekonomi di Tengah Ancaman Penurunan Kelas Menengah

Dalam beberapa tahun terakhir, Indonesia telah menghadapi tantangan terkait penurunan jumlah penduduk kelas menengah. Hal ini dikhawatirkan dapat berdampak signifikan pada stabilitas ekonomi nasional, mengingat kelas menengah memiliki peran vital sebagai penggerak konsumsi domestik. Berbagai sektor, termasuk perbankan, pun ikut terkenaimbas dari tren ini. Bagaimana strategi yang dapat ditempuh untuk menghadapi situasi ini?

Memperkuat Daya Beli Kelas Menengah, Kunci Stabilitas Ekonomi

Menyorot Penurunan Jumlah Kelas Menengah

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat bahwa pada 2019, Indonesia memiliki 53,33 juta penduduk kelas menengah atau sebanyak 21,45% dari total populasi. Namun, jumlah ini telah menurun menjadi 47,85 juta pada 2024, atau tersisa 17,13%. Penurunan yang signifikan ini disebabkan oleh berbagai faktor, seperti tekanan harga dan perubahan gaya hidup.

Dampak pada Sektor Perbankan

Penurunan daya beli kelas menengah tercermin dalam tren transaksi perbankan. Bank Jatim, misalnya, mencatat penurunan tajam pada transaksi QRIS sejak Juni hingga Agustus 2024. Direktur Utama Bank Jatim, Busrul Iman, memaparkan bahwa nominal transaksi di QRIS Merchant turun dari Rp176,30 miliar pada Juni menjadi Rp127,91 miliar pada Juli, dan hanya naik tipis menjadi Rp130,51 miliar pada Agustus.Situasi serupa juga dialami oleh Bank Oke Indonesia (DNAR), di mana tabungan yang terhimpun turun sekitar 12% secara tahunan per 4 September 2024. Direktur Kepatuhan OK Bank, Efdinal Alamsyah, menjelaskan bahwa menurunnya daya beli membuat nasabah mengalihkan pengeluaran mereka ke kebutuhan dasar atau barang yang lebih esensial.Dampak penurunan konsumsi kelas menengah juga terlihat di BJB (BJBR), di mana frekuensi transaksi nasabah masih bertumbuh, namun nilainya telah menurun. Direktur Utama BJB, Yuddy Renaldi, mencontohkan bahwa nasabah yang sebelumnya menghabiskan Rp100 ribu untuk membeli 10 barang, kini hanya dapat membeli 8-9 barang dengan jumlah yang sama.Bahkan BCA (BBCA), sebagai bank swasta terbesar di Indonesia, juga tidak terlepas dari dampak penurunan kelas menengah. Meskipun Presiden Direktur BCA, Jahja Setiaatmadja, menyatakan bahwa tren tersebut tidak berpengaruh pada transaksi QRIS atau debit, ia mengakui bahwa kredit ritel terdampak.

Strategi Menghadapi Tantangan

Untuk menghadapi tantangan ini, para pemangku kepentingan harus bekerja sama dalam memperkuat daya beli kelas menengah. Upaya-upaya yang dapat dilakukan antara lain:1. Mendorong peningkatan produktivitas dan pendapatan masyarakat kelas menengah melalui pelatihan, peningkatan keterampilan, dan akses yang lebih baik terhadap sumber daya ekonomi.2. Menjaga stabilitas harga dan inflasi untuk mempertahankan daya beli masyarakat. Kebijakan moneter yang tepat dan koordinasi antara pemerintah dan Bank Indonesia akan menjadi kunci.3. Memperluas akses pembiayaan, terutama kredit konsumsi, dengan suku bunga yang terjangkau. Hal ini dapat mendorong konsumsi masyarakat kelas menengah.4. Mendorong pertumbuhan sektor-sektor yang menjadi konsumen utama kelas menengah, seperti perdagangan, restoran, dan hiburan. Insentif dan kebijakan yang mendukung akan membantu pemulihan di sektor-sektor ini.5. Meningkatkan edukasi keuangan bagi masyarakat kelas menengah agar dapat mengelola keuangan dengan lebih baik dan bijak. Hal ini akan membantu mereka beradaptasi dengan situasi ekonomi yang dinamis.Dengan upaya-upaya tersebut, diharapkan daya beli kelas menengah dapat diperkuat, sehingga stabilitas ekonomi nasional dapat terjaga. Stabilitas ekonomi yang kuat akan menjadi pondasi bagi pertumbuhan dan kesejahteraan yang berkelanjutan di Indonesia.