Kisah Konglomerat Tekstil Indonesia yang Terjerat Kasus BLBI
Marimutu Sinivasan, seorang konglomerat tekstil Indonesia, telah ditangkap di Entikong, Malaysia, saat hendak melarikan diri. Sinivasan merupakan salah satu obligor Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) yang masih memiliki tunggakan utang mencapai Rp 31 triliun. Perjalanan bisnisnya yang penuh lika-liku kini menjadi sorotan publik.Kisah Konglomerat Tekstil Indonesia yang Terjerat Kasus BLBI
Perjalanan Bisnis Marimutu Sinivasan
Marimutu Sinivasan bukanlah sosok asing dalam dunia bisnis tekstil Indonesia. Pria kelahiran Medan, 17 Januari 1937, ini telah berkecimpung dalam industri tekstil sejak usia muda. Ayahnya, Sinnaja Marimutu, sebelumnya juga terlibat dalam perdagangan batik dengan Malaya dan pindah ke Jawa Tengah saat masa konfrontasi dengan Malaysia pada 1960-an.Marimutu Sinivasan sendiri mulai terjun ke bisnis tekstil sejak 1958, setelah sebelumnya memperdagangkan kain. Dia kemudian membangun produksi tekstilnya sendiri dan hijrah ke Jakarta pada 1960. Dua tahun berikutnya, dia membuka usaha di Pekalongan dan mendirikan firma Djaya Perkasa, yang kemudian berganti nama menjadi Textile Manufacturing Company (Texmaco) pada 1970.Bisnis Marimutu Sinivasan terus berkembang pesat. Pada 1972, dia berhasil membeli pabrik batik di Batu dan asetnya terus bertambah di beberapa kota. Tekstilnya tidak hanya untuk kebutuhan dalam negeri, tapi juga luar negeri. Selain tekstil, Texmaco juga merambah ke bidang otomotif.Kedekatan dengan Soeharto
Marimutu Sinivasan berjaya di masa Orde Baru. Dia dikenal dekat dengan Presiden Soeharto. Mereka berkenalan pada Februari 1993, saat Soeharto meresmikan pabrik Texmaco di Karawang, Jawa Barat. Dua bulan setelahnya, Soeharto secara pribadi mengundang Sinivasan ke kantornya dan menganjurkan agar memproduksi sendiri komponen mesin di Indonesia.Sebelumnya, Sinivasan juga sudah dikenal oleh Menteri Perindustrian Ir Hartarto. Dia didorong untuk mengekspor tekstil dan membangun industri mesin. Selain itu, Sinivasan juga menjabat sebagai bendahara Golongan Karya di masa kepresidenan Soeharto.Kedekatan Sinivasan dengan Soeharto juga terlihat dari pemberian nama "Perkasa" pada salah satu usahanya, Texmaco Perkasa, yang diresmikan Soeharto dua bulan sebelum lengser pada 1998.Terjerat Kasus BLBI
Selain keberhasilan bisnisnya, Marimutu Sinivasan juga dikenal karena terlibat dalam kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI). Pada masa krisis ekonomi 1998, Sinivasan menerima kredit dari BNI, yang kemudian menjadi kredit macet.Jumlah utang BLBI Sinivasan mencapai US$ 3,9 miliar atau sekitar Rp 31 triliun. Hingga saat ini, Satgas BLBI baru berhasil menagih sekitar Rp 30 miliar dari total utangnya. Hal ini membuat Sinivasan menjadi salah satu obligor BLBI yang masih memiliki tunggakan besar.Pada Minggu, 8 September 2024, Sinivasan ditangkap saat hendak melarikan diri ke Malaysia. Penangkapan ini dilakukan oleh petugas imigrasi di Pos Lintas Batas Negara (PLBN) Entikong. Direktur Jenderal Kekayaan Negara (Dirjen KN) dan Ketua Satgas BLBI, Rionald Silaban, menyatakan bahwa Sinivasan telah dicekal sejak Desember lalu, sehingga tidak diperbolehkan meninggalkan wilayah Indonesia.Kasus BLBI yang membelit Marimutu Sinivasan menjadi sorotan publik. Sebagai salah satu konglomerat tekstil terkemuka di Indonesia, perjalanan bisnisnya yang penuh lika-liku kini menjadi perhatian banyak pihak.