Masa Sulit Sritex: Dihadang Utang Membengkak dan Ancaman Kebangkrutan
PT Sri Rezeki Isman Tbk. (SRIL) atau Sritex, salah satu perusahaan tekstil terintegrasi terbesar di Asia Tenggara, sedang menghadapi masa-masa sulit. Perusahaan ini terancam tenggelam karena tertimbun utang yang terus membengkak, serta melakukan berbagai langkah restrukturisasi untuk mempertahankan kelangsungan usahanya.Sritex Melakukan Berbagai Upaya untuk Mengatasi Krisis Keuangan yang Mengancam Kebangkrutannya
Membengkaknya Utang Jangka Pendek dan Jangka Panjang Sritex
Dalam laporan keuangan terbarunya, Sritex mengungkapkan bahwa utang usahanya terus mengalami peningkatan. Utang yang belum jatuh tempo per 31 Maret 2024 mencapai US$ 31,67 juta, naik US$ 8,7 juta dibandingkan posisi Desember 2023. Sementara itu, utang yang jatuh tempo dalam 30 hari, 31-90 hari, dan 91-180 hari juga meningkat secara signifikan.Selain itu, Sritex juga telah melakukan restrukturisasi atas surat utang jangka pendek (MTN) yang awalnya jatuh tempo pada 18 Mei 2021, menjadi 29 Agustus 2027. "Dikarenakan masalah kas, perusahaan mengajukan relaksasi terhadap pembayaran pokok dan bunga MTN," tulis manajemen Sritex.Secara rinci, kewajiban jangka pendek Sritex tercatat US$ 113,02 juta (Rp 1,81 triliun) pada akhir tahun lalu. Sementara itu, dari US$ 1,49 miliar (Rp 23,84 triliun) kewajiban jangka panjang, sebesar US$ 858,05 juta (Rp 13,73 triliun) merupakan utang bank.Upaya Restrukturisasi dan Efisiensi Biaya Produksi
Untuk mengatasi permasalahan utang yang membengkak, manajemen Sritex menyatakan bahwa perusahaan sedang berupaya melakukan sejumlah restrukturisasi atas beban utang pada banyak bank. Selain itu, Sritex juga masih gencar menyelesaikan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) dan permintaan damai dengan para kreditur.Dalam laporan keuangannya, Sritex mengungkapkan bahwa perusahaan telah memperoleh dukungan dari pemegang sahamnya, yang memberikan konfirmasi bahwa akan terus memberikan dukungan finansial agar Sritex dapat mempertahankan kelangsungan usahanya dan memenuhi kewajibannya.Untuk meningkatkan penjualan dan efisiensi biaya produksi, Sritex telah melakukan langkah-langkah efisiensi, salah satunya melalui pengurangan jumlah karyawan. Sepanjang tahun lalu, perusahaan telah memangkas 2.232 karyawan dari semula 16.370 karyawan di akhir 2022, menjadi 14.138 karyawan akhir tahun lalu.Opini Audit Wajar dengan Pengecualian
Laporan keuangan Sritex yang diaudit oleh Kanana Puradiredja, Suhartono memperoleh Opini Wajar dengan Pengecualian. Opini audit tersebut diberikan apabila ditemukannya bukti atas simpulan kesalahan penyajian dan laporan keuangan tidak pervasif.Hal ini "mengindikasikan adanya suatu ketidakpastian material yang dapat menyebabkan keraguan signifikan atas kemampuan Grup untuk mempertahankan kelangsungan usahanya," sebagaimana diungkapkan dalam laporan keuangan tahunan Sritex.